Tesis ini adalah tentang Kejahatan Perbankan dalam Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang terjadi antara tahun 1997 sebelum krisis sampai dengan pertengahan tahun 1998. Yang menjadi fokus adalah penyimpangan ketentuan perbankan dalam bentuk kolusi dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat pengawas dan pemeriksa bank dari Bank Indonesia dengan pejabat bank yang diperiksa, termasuk didalamnya pihak terafiliasi bank tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kwalitatif dengan tehnik pengumpulan data secara wawancara dengan pedoman, penelitian dokumen, dan kajian dokumen. Wawancara dilakukan untuk dapat menjelaskan latar belakang, hubungan satu dokumen dengan yang lainnya, dalam rangka merekonstruksi suatu peristiwa dengan benar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sistem pengawasan Bank Indonesia periode 1994-1997 menggunakan sistem Dedicated Team yang menggabungkan pengawasan (off site supervision) dengan pemeriksaan (on site supervision). Penggabungan kedua fungsi itu telah menimbulkan moral hazard bagi pihak pengawas dan pemeriksa bank dengan pemilik atau pengelola bank yang diperiksa. Dedicated Team memiliki kewenangan yang sangat besar tetapi tidak diikuti dengan pengawasan yang memadai, hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan (abuse of power). Dedicated Team juga telah menciptakan hubungan pengawas dan pemeriksa bank dengan pihak bank yang diperiksa menjadi hubungan personal yang akrab dan baik, sehingga sistem pengawasan tidak berfungsi sesuai ketentuan, karena peran pemeriksa telah berubah menjadi konsultan. Hubungan personal yang akrab telah menciptakan hubungan saling percaya secara personal yang lebih dominan dibanding hubungan saling percaya dalam sistem yang impersonal. Kepercayaan secara personal itu lebih mudah dimanipulasi dan diselewengkan, karena tidak ada mekanisme kontrol yang secara obyektif menjadi rambu-rambu yang membatasi batas-batas kebolehan manipulatif para pihak. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kolusi antara pengawas dan pemeriksa bank dengan pihak bank yang diperiksa. Disamping faktor penyebab kolusi diatas, adanya intervensi kekuasaan (Presiden) juga dominan menjadi penyebab terjadinya kolusi dan korupsi. Kedudukan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota kabinet dan anggota Dewan Moneter, yang membuat kedudukannya tidak independen, dapat dengan mudah diintervensi oleh Presiden untuk kepentingan keluarga dan kroninya(abuse of economic power and abuse of political power). Pejabat Bank Indonesia juga memanfaatkan intervensi kekuasaan tersebut (Reference Power) untuk menarik keuntungan pribadi dengan cara memberi fasilitas dan kemudahan, tidak menindak, membiarkan terjadinya pelanggaran, membantu merekayasa laporan agar tidak ditindak sesuai ketentuan perbankan, pihak bank yang diperiksa memberikan imbalan kepada pengawas dan pemeriksa BI secara berjenjang dalam berbagai bentuk untuk kepentingan pribadi pejabat BI. Implikasi dari tesis inl adalah perlunya dibentuk organ pengawas bank yang betul-betul independen dan dipisahkan antara fungsi pengawasan dan fungsi pemeriksaan, dan perlu peningkatan peran satuan-satuan kerja agar lebih profesional, adanya check and balance serta kepatuhan pada Kode Etik Profesi. Selanjutnya, bagi pihak yang melakukan intervensi sehingga terjadi penyimpangan ketentuan perbankan, maka pihak tersebut dapat dimasukkan dalam kategori pihak terafiliasi, yang dapat di proses menurut hukum. Apabila pihak tersebut tidak termasuk dalam kategori pihak terafiliasi, maka Bank Indonesia dapat menetapkannya dengan cara memperluas penafsiran pasal 1 huruf 15. f Undang-Undang Perbankan. Tesis ini juga dapat dimanfaatkan oleh penyidik kasus perbankan, khususnya yang menyangkut KLBI dan BLBI yang terjadi pada periode diterapkannya sistem pengawasan Dedicated Team, sehingga mempermudah untuk menetukan arah penyidikan dalam menjerat pelakunya.