Kehadiran Skep/737/X/2005 merupakan strategi yang ditempuh Kapolri Jenderal Sutanto guna mengimplementasikan Polmas sebagai suatu kebijakan dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian yang menekankan pada pendekatan kemasyarakatan. Sebagai lini terdepan operasional kepolisian, Polsek Batui perlu mengimplementasikan Skep/737/X/2005 agar mampu menciptakan hubungan dinamis dengan masyarakat. Terlebih di tahun 2003 sham, terdapat hubungan buruk antara Polsek Batui dengan beberapa kelompok masyarakat setempat. Melalui pemberdayaan masyarakat setidaknya mampu mencegah timbulnya segala bentuk ancaman serta gangguan Kamtibmas di wilayah hukum Polsek Batui. Selain itu, kehadiran petugas Polmas dan FKPM setidaknya dapat mencegah terjadinya misscommunication dalam hal penindakan hukum yang salah dipersepsikan oleh warga seperti peristiwa pengrusakan Polsek Batui pada tahun 2003 lalu. Melalui studi kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus, penulis mencoba untuk melihat 3 hal, yakni: praktek pemberdayaan masyarakat dalam penciptaan Kamtibmas oleh Polsek Batui, kemampuan penerapan Polmas dalam menciptakan Kamtibmas di wilayah hukum Polsek Batui, dan terakhir faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan Polmas dalam menciptakan Kamtibmas di wilayah hukum Polsek Batui pads bulan Juni 2008.
Sebagai slat untuk menganalisa dilakukan pengkajian dad Skep/737/X/2005 clan Teori Fixing Broken Windows dad Kelling dan James Q. Willson. Sedangkan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum digunakan konsep dad Soerjono Soekanto.
Hasil yang diperoleh dad penelitian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat untuk terlibat dalam pemeliharaan Kamtibmas ditempuh melalui pembentukan FKPM. Peran FKPM dalam membangun dan memelihara kemitraan antara polisi dan masyarakat dilakukan melalui kerja lama Petugas Polmas yang secara bersama terlibat dalam kegiatan pembinaan dan penyuluhan sebagal wujud dad problem solving guna membahas masalah yang tengah berkembang di masyarakat kemudian didiskusikan untuk dicari solusinya secara bersama-sama.
Pada prakteknya penerapan Polmas di wilayah hukum Polsek Batui dapat dikatakan telah berhasil, hal ini dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas kejahatan yang cenderung menurun setelah dilaksanakan program Polmas.
Melihat beberapa hasil penelitian ini penulis menyarankan agar seyogyanya Polsek Batui membentuk FKPM hingga ke seluruh desa maupun kelurahan yang terdapat di wilayah hukumnya. Langkah ini perlu menjadi pertimbangan mengingat fungsi FKPM sebagal wadah yang memfasilitasi hubungan antara polisi dan masyarakat, serta alas dasar pertimbangan peran panting FKPM sebagai sarana problem solving guna menciptakan keamanan lingkungan.