Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode evaluasi. Tujuan dari penelitian adalah 1) Untuk mengetahui gambaran perwujudan Polmas sebagai strategi di Polsek Sidodadi, 2) Untuk mengetahui gambaran penyelesaian perkara pidana biasa oleh petugas Polmas, 3) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian perkara pidana biasa oleh petugas Polmas. Pembahasan penelitian menggunakan Konsep Polmas, Teori Manajemen, Teori Job Description, Teori Peran dan Status, Teori Komunikasi, Konsep Penyelesaian Sengketa Altematif, Konsep Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Teori Penegakkan Hukum, dan Teori Diskresi Kepofisian. Penefitian dilakukan di wilayah hukum Polsek Sidodadi Polres Semarang Timur Polda Jawa Tengah, mulai tanggal 20 Pebruari sampai 10 Maret 2008.
Kesimputan dari hasil penelitian ini adalah, (1) adanya petugas Polmas yang mempunyai jabatan rangkap sehingga petugas Polmas tersebut tidak bersifat tetap dan adanya petugas Polmas yang mempunyai tanggung jawah sebagai petugas Polmas pada model wilayah dan model kawasan, sehingga berpengaruh terhadap kurang optimalnya pelaksanaan tugasnya sebagai petugas Polmas, terdapatnya peran petugas Polmas tidak hanya dapat meyelesaikan perkara ringan saja, namun juga menyelesaikan perkara pidana biasa, (2) adanya penyelesaian perkara pidana biasa yang diselesaikan dengan cara pembicaraan mefalui mediasi dan negosiasi oleh petugas Polmas. Perkara pidana biasa tersebut adalah pengroyokan, pencuriari bunga dan pencurian hand phone, yang pefakunya masih dalam satu Iingkungan tempat tinggaf korban, (3) Penyelesaian perkara pidana biasa oleh petugas Polmas di wilayah hukum Polsek Sidodadi dipengaruhi oleh : (a) adanya masyarakat yang masih melihat besar kecilnya perkara bukan dari ancaman pidananya sebagaimana ketentuan dalam Undang-undang yang bertaku, melainkan melihat akibat yang ditimbulkan dari perkara tersebut, yaitu apabila perkara tersebut berakibat mengancam keselamatan jiwa atau pelaksanaannya dengan menggunakan senjata tajam atau dengan jumlah materi kerugiannya yang besar, (b) adanya sikap korban, apabila perkara pidana yang dialaminya ditindak lanjuti melalui proses peradilan pidana, masih ada perasaan akan dikucilkan dari lingkungannya, dikarenakan kedekatan tempat tinggal dengan pelaku pidana tersebut, (c) adanya pengaruh korban yang sudah tidak mempermasafahkan lagi terhadap perkara pidana yang dialaminya dengan adanya pengakuan dan permintaan maaf dari pelaku pidana, sehingga hal ini mempengaruhi keputusan petugas Polmas dalam menyelesaikan perkara pidana biasa tersebut.